Klasifikasi dan Diagnosis dalam Gangguan Psikologis

by - February 08, 2022

Pendahuluan Seperti halnya dalam dunia kesehatan fisik yang biasa dibahas dalam dunia kedokteran, kesehatan mental juga memiliki panduan dan pedoman dalam mengelompokkan penyakit atau dalam istilah psikologi adalah gangguan yang terjadi pada seseorang. Dari pengelempokkan tersebut akan menjadi awal bagaiaman tindak lanjut dan pengobatan yang tepat. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan DSM dan PPDGJ pun disusun untuk membantu para psikiatri, psikolog, maupun pelajar untuk dapat menentukan dan menindaklanjuti gangguan yang ada. 


Sejarah Diagnosis tentang kelaianan mental dan gangguan psikologis mewakili lebih jauh dari pada hanya mengklasifikasi pola dari perilaku tidak normal dengan dasar hal umum yang Nampak atau dari gejalanya saja. Perilaku Abnormal telah diklasifikasikan jauh dari zaman dahulu kala. Hipkratos telah mengelompokkan perilaku abnormal sesuai dengan teori miliknya yaitu Humors (cairan vital tubuh). Meskipun demikian, teori tersebut terbukti masih banyak kekurangan, klasifikasi milik Hipokratos tentang tipe masalah kesehatan mental secara umum sesuai dengan kategori diagnosis dokter saat in. Penjelasannya tentang Melankolik, sebagai contoh, sesuai dengan konspet depresi saat ini. saat masa abad pertengahan, seseorang dengan kekuasaan mengklasifikasi perilaku abnormal menjadi dua kelompok, yang diakibatkan oleh iblis dan disebabkan oleh alam. 

DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) Pada abad ke-19 ahli fisika jerman Emil Kraepelin menjadi teoris modern pertama yang mengembangkan model komperhensif dari kalsifikasi yang berdasarkan pembeda hal tampak, atau gejala, terkait dengan pola perilaku abnormal. Menjadi sistem klasifikasi yang paling umum dipakai saat ini, yang paling luas penggunaannya adalah Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), diterbitkan oleh APA (America Psychiatric Association). DSM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952. Versi paling terbaru terbit pada tahun 2013, DSM-5 paling banyak digunakan diseluruh Amerika. Dalam DSM pola Perilaku abnormal di klasifikasikan sebagai gangguan mental. Gangguan mental meliputi stress emosional (biasanya depresi dan kecemasan), secara signifikan mengganggu (susah menyelasaikan pekerjaan kantor, dalam keluarga atau sosial). DSM tidak mengasumsikan perilaku abnormal tidak melulu dari faktor biologis atau adanya kerusakan. DSM mengenali bahwa kebanyakan faktor penyebab gangguan mental masih belum pasti. Sebagian kelainan mungkin murni dari faktor biologi, dimana juga ada faktor psikologis yang menyebabkannya. Tetap saja, faktor lain -tetapi tidak banyak- dijelaskan dalam faktor yang majemuk, adanya interaksi dari faktor biologis, psikologis, sosial (sosioekonomi, sosial-budaya, dan etnis), dan faktor lingkungan secara fisik. 

Kelebihan DSM menggunakan istilah kelainan mental untuk mendeskrpisikan gejala klinis (kumpulan gejala) termasuk tingkatan yang signifikan dari gangguan seseorang dalam kognitifnya, emosional atau fungsi perilakunya. Pemeriksaan klinis menentukan apakah gejala seseorang masuk kedalami kriteria DSM untuk gangguan mental yang khusus. Diagnosis diberikan hanya ketika sedikitnya gejala muncul untuk mempertemukan dengan kriteria diagnosis yang ditentukan. DSM berdasarkan categorial model of classification, dalam artian bahwa penggiat kesejatan perlua untuk mebuat kategori atau penilaian jenis (yes-no) tentang apakah kelainan itu muncul dalam sebuah kasus tersebut. Kategori penilaian hal yang umum dalam penyembuhan modern, seperti apakah seseorang mengalami kanker atau tidak.  

Kekurangan Banyak pengamat yang yakin DSM perlu untuk lebih peka akan pentingnya faktor budaya dan etnis dalam penilaian diagnosis. Kita perlu memahami bahwa gejala atau masalah perilaku sebagai kriteria diagnosis dalam DSM yang ditentukan dari banyak psikiatri berpengalaman, psikolog, dan penggiat sosial. 

PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa) Indonesia juga memiliki klasifikasi untuk mendiagnosis gangguan jiwa, kemudian pemerintah menyusun panduan untuk ebantu klasifikasi gangguan kejiwaan yang disebut PPDGJ atau Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa dan terbit pertama kali di tahun 1973. Dengan tujuan yang beragam, dala bidang pelayanan kesehatan, ditujukan untuk kodefikasi penyakit atau gangguan untuk statistik kesehatan, keseragaman diagnosis klinis untuk tatalaksana terapi. Dalam bidang pendidikan kedokteran untuk menyamakan konsep diagnosis gangguan jwa untuk komunikasi akademik, dan dalam bidang penelitian sebagai batasan dan kriteria operasional diagnosis gangguan jiwa, yang memungkinkan perbandingan data dan analisis ilmiah. Perkembangan PPDGJ 1 pada tahun 1973 mencakup diagnosis yang mengacu pada ICD 8 (International Clasification of disease 8) yang diterbitkan WHO, PPDGJ 1 berisikan diagnosis jenis Mono-aksial. Kemudian berkembanga hingga tahun 1993 PPDGJ 3, dengan cakupan lebih luas seperti diagnosis multi-aksial, konsep klasifikasi dengan hirarki blok memakai pedoman diagnosis ICD-10, dan diagnosis multi aksial menurut DSM-IV. 

Kelebihan PPDGJ sangat membantu untuk memudahkan menentukan dan mendiagnosis gangguan jiwa, dengan kelengkapan refrensi yang tidak hanya merujuk pada APA, namun juga dari ICD. Didalamnya juga mendefinisikan istilah yang lebih sopan seperti, istilah gangguan jiwa atau gangguan mental (mental disorder) , tidak mengenal istilah penyakit jiwa (mental illness). 

Kekurangan Perlu adanya pembaharuan mengikuti perkembangan teknologi dan istilah baru yang lebih familiar dizaman sekarang, apalagi PPDGJ terakhir dibuat pada tahun 1993. Penyusunan juga harus lebih fleksibel dan mudah dimengerti. Karena penyusunan yang terlalu rumit, akhirnya dibuat Rujukan Ringkas PPDGJ karena PPDGJ yang asli masih sulit untuk dipahami. Ditambah masih menggunakan angka romawi yang merupakan penulisan angka lawas. 

Perbedaan Walaupun keduanya memiliki kesamaan sebagai pedoman dan rujukan dalam klasifikasi gangguan jiwa, namun ada beberapa perbedaan yang cukup jelas dari keduanya. DSM merupakan rujukan yang disusun oleh APA (American Psychiatry association) menggunakan bahasa Inggris dan PPDGJ mengunakan bahasa Indonesia. PPDGJ masih menggunakan sistem multi-aksial sedangan DSM tidak menggunakan,Pada pengkategorian penyakit ada perbedaan seperti kesurupan dan Homoseksual. Dalam PPDGJ kesurupan bukan gangguan namun dalam DSM termasuk dala gangguan. Begitu pula dengan Homoseksual dalam PPDGJ termasuk gangguan namun didalam DSM bukan termasuk gangguan. 

Bibliography Association, A. P. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder DSM 5. Washington DC, USA.: American Psychiatric Publishing.
Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: PT. Nuh Jaya. 
Nefid, J. S. (2018). Abnormal Psychology in Changing World. New York: Pearson.

You May Also Like

0 comments