Cermin

by - May 30, 2020

            Bercermin, jarang sekali hal itu ia lakukan, biasanya hanya dua atau tiga kali dalam sehari. Tidak seperti wanita-wanita dewasa yang jauh diatasnya, karena Sinta kala itu masih anak anak. Ia tida tahu ap aitu berias atau menjaga tubuh. Dunia anak-anak yang masih penuh dengan kegembiraan dan permainan.
                Kini, waktu telah berubah. Sinta menjadi seorang gadis, seperti remaja lainnya, penampilan menjadi hal yang paling ia perahatikan dalam setiap kesempatan, cermin yang dahulunya jauh diujung pulau, kini begitu dekat dengan pelipis mata. Setiap sinta melihat cermin, dimanapun itu. Ia menyempatkan diri untuk memperbaiki penampilan.
                Karena terlalu sering memerhatikan diri, bukan sebuah kepercayaan diri yang meningkat. Malah sebaliknya. Padahal Sinta terbilang cantik dan menarik, badannya terbilang ideal. Sayangnya, manusia tetaplah manusia, makhluk tuhan yang paling susah untuk merasa puas, apalagi bersyukur. Ia pun sering mengeluh akan bagian tubuhnya, entah badan atupun wajah.
                Ditambah lagi, lingkungannya menuntut akan penampilan. Di kampus, ia sering bertemu dengan kakak tingkat, atau bahkan adik tingkat yang menurutnya lebih darinya.  Karena bukan lagi masalah tubuh atau wajah menawan, namun pakaian yang modis juga menjadi nilai tambah. Sungguh realita kehidupan yang membingungkan dan mengerikan.             
                Sinta semakin hari semakin tidak percaya diri, ia pun sering menyendiri dan tidak mau menunjukkan diri kepada siapapun. Ia mencari cara agar tidak kalah menarik dari lainnya. Tidak salah memang wanita mempercantik diri, itu adalah fitrah perempuan saat dilahirkan. Mereka ingin menjadi rupawan, bukan untuk siapa siapa. Tapi untuk diri mereka.
                Suatu pagi, ia melihat unggahan video-video di internet, cara menurunkan berat badan, menjaga kulit agar tetap segar dan berkilau. Dan hal-hal berkaitan kecantikan lainnya. Sayangnya, bukan solusi yang didapat, tapi malah beban pikiran yang bertambah. Pikirannya menjadi penuh akan penampilan hingga tetek bengeknya.
                Tak sanggup menahan itu semua, akhirnya Santi mematikan laptop dan tidur untuk menenangkan pikirinnya. Setelah bangun pikirannya sedikit lebih tenang dari sebelumnya, setelah itu ia membersihkan diri. Belum lama pikirannya tenang, sebuah cermin yang berada di kamar mandinya itu Kembali membawa mimpi buru itu.
                Sesegera mungkin Santi memebersihkan diri, kemudian pergi mencari udara segar diluar. Karena Santri seorang yang tertutup dan menyendiri ketika mempunyai masalah, ia sudah terbiasa berpergian seorang diri. Ia memilih pergi ke sebuah tempat yang damai dan sejuk, terpilihlah sebuah taman kota yang tidak terlalu besar namun pohonnya cukup rindang.
                Disana ia mencoba menikmati keindahan taman,angin yang berhembus, pohon-pohon yang berdesis, dan sebuah air mancur mini dekat dengan bangku yang didudukinya. Airnya menderai halus dan menenangkan. Kemudian ia mengangkat kepala ke langit, terlihat langit biru yang cerah membentang indah dengan awan-awan tipis melintas dengan perlahan.
                Cukup lama ia berada ditaman, cara itu cukup efektif. Bukan hanya pikirannya menjadi tenang, namun jiwa dan energi baru merasuk kedalam jiwa. Belum cukup sampai disitu, saat hendak pulang ke rumah. Seorang wanita  bersama gadis kecil-yang kemungkinan itu anaknya- duduk bersandar dibawah pohon. Tampak bajunya sudah lama tidak tercuci, dan ada sedikit sobekan dibagian lengannya yang terlihat saat berusaha mengipasi anaknya yang tertidur dipangkuannya.
                Awalnya Sinta sedikit kaget bercampur heran, apa yang terjadi pada mereka, mengapa anak itu tidur ditaman, kenapa ada gerobak berisikan kardus di sebelah mereka. Perlahan ia baru menyadari, bahwa tidak semua orang seperti dirinya. Diluar sana masih banyak orang yang tidak berkecukupan yang masih memikirkan kelangsungan hidup mereka, makan, dan bahkan tempat tinggal.
                SInta seakan ditampar dengan sebuah kenyataan, dirinya masih lebih baik dari mereka, apakah kurang segala yang ia miliki selama ini, hanya sebuah titik kecil diwajah, atau angka yang tampak di timbangan. Semua itu tidaklah perlu dipusingkan. Ia harus sadar.
                Akhirnya ia sadar dan mencoba menerima kenyataan, serta lebih mensyukuri apapun yang terjadi pada dirinya, sebelum pulang ia sempatkan untuk menyapa ibu dan anaknya itu, serta mencoba memberikan sesuatu, dengan harap dapat membantu.

                Kini, sinta lebih percaya diri didepan cermin, ia tidak terlalu memusingkan hal-hal kecil. Bila ada jerawat, ia hanya perlu membersihkan dan menunggu hingga hilang. Apabila angka timbangan lebih besar, ia hanya perlu mengurangi makan dan berolahraga. Semua bisa diatasi tanpa menjadikan beban pada pikirian.


You May Also Like

0 comments