Kolak
“Alhamdulillah, buka
puasa hari ini enak banget, ada lontong risol, apalagi kolaknya, beuh mantep
banget, jadi pengen”, dengan nafsunya Dulan menatap kolak didepannya.
Mendengar hal itu Adul
menoleh kearah Dulan yang duduk persis di depan kolak diantara tamu yang lain
yang mengitari beragam menu berbuka. Adul pun segera mencari cara agar bisa
lebih dekat dengan kolak itu.
Sontak, Adul yang
sedari tadi sudah membidik satu persatu santapan berbuka, tidak mau kalah
menimpali Dulan, “Kalo kolak sih sekali lahap aku bisa langsung abisin”.
Akhirnya Adul keluar
dari lingkaran menuju toilet yang persis berada di samping dapur, yang
merupakan sumber semua makanan berbuka berasal. Adul pun memulai rencananya dan
berkata “subhanallah, ternyata disini kolaknya lebih banyak” teriaknya sehingga
membuat orang disekitar menoleh kearahnya, sambal tertawa melihat tingkah laku
anak berbedan gempal itu.
Dulan pun merasa
panas, ia tidak mau harta karun berbuka kali ini direbut oleh siapapun. Dengan
kencangnnya ia beranjak dan berlari menuju dapur. Saat itu juga Adul berlari
berlawanan arah dengan Dulan menuju tempat duduk Dulan yang telah kosong, dan
Dulan tidak menyadarinya.
Sesampainya di dapur
Dulan pun mencoba mencari dimana keberadaan kolak yang Adul maksud. ia pun
menoleh kekanan dan kekiri mengamati keadaan dapur, layaknya seorang kepala
koki yang sedang menginspeksi para krunya.
Selang beberapa menit,
ia tak kunjung mendapati. Tak disangka, ia melihat dari kejauhan sebuah mangkok
kaca besar yang memperihatkan eloknya pisang didalamnya, sedang dibawa ke
lingkaran persis di tempat ia sebelumnya duduk.
Sayangnya, Adul yang
sudah merencanakan hal ini telah menempati tempat duduknya. “Tunggu, jangan di
taruh disana!,” teriak Dulan kepada Ibu-ibu yang membawa kolak tersebut.
“Udah, bu taruh disini
saja, di tempat lain sudah penuh, ini masih kosong,”Rayu Dulan sembari berusaha
memberikan ruang di antara makanan yang telah tertata.
Ibu-ibu pembawa kolak
tidak menggubris perkataan siapapun, entah itu Dulan atau Adul, Kolakna pun
dibawa ke sebelah ruangan lainnya, tempat para kaum perempuan berada.
“Itu jatah buat
ibu-ibu, jatah laki-laki cuman yang di depan Adul itu“seorang perempuan separuh
baya membisikkan Adul memberitahu.
“Bohong, aku ga
percaya, seharusnya itu buat aku,”Dulan menahan tangisnya sehingga membuat
sekitar memperhatikannya termasuk Dulan.
Melihat tingkah aneh
dua anak manusia itu, Pak Bendi yang duduk di samping Adul memanggil Dulan dari
kejauhan.”Dulan, ayok duduk disini,” tangannya melambai dan menepuk karpet yang
kosong di sebelahnya.
Dulan pun
mengiyakannya, dan berjalan menuju pak Bendi.
“Oke sekarang kamu
berdua duduk yang tenang, biar adil bapak bagi kolaknya buat kalian berdua,”.
Pak Bendi mengambil dua gelas kosong dan menuangkan kolak disetiapnya. “Nah,
ini kolak buat Adul, dan ini kolak buat Dulan,” Pak Bendi mendamaikan.
Sontak Dulan dan Adul
memancarkan wajah sumringah dan Bahagia.
“Ingat anak-anak,
dalam berbuka kitab oleh memakan makanan yang kita suka, tapi ingat, kita tidak
boleh lupa bagian untuk orang lain, kita tidak boleh serakah, apalgi sampai
terlalu kenyang, itu dilarang.”Pak Bendi menasehati.
“Baik pak, aku tidak
akan berbuat curang lagi,”Jawab Adul.
“Aku juga tidak akan
minta lebih dari yang sudah aku dapat,”Dulan ikut menjawab.
“Nah gitu, kita harus
selalu berbagi untuk sesama,”Pak Bendi mengakhiri pertikaian.
0 comments