Kolak

by - May 30, 2020

“Alhamdulillah, buka puasa hari ini enak banget, ada lontong risol, apalagi kolaknya, beuh mantep banget, jadi pengen”, dengan nafsunya Dulan menatap kolak didepannya.

Mendengar hal itu Adul menoleh kearah Dulan yang duduk persis di depan kolak diantara tamu yang lain yang mengitari beragam menu berbuka. Adul pun segera mencari cara agar bisa lebih dekat dengan kolak itu.

Sontak, Adul yang sedari tadi sudah membidik satu persatu santapan berbuka, tidak mau kalah menimpali Dulan, “Kalo kolak sih sekali lahap aku bisa langsung abisin”.

Akhirnya Adul keluar dari lingkaran menuju toilet yang persis berada di samping dapur, yang merupakan sumber semua makanan berbuka berasal. Adul pun memulai rencananya dan berkata “subhanallah, ternyata disini kolaknya lebih banyak” teriaknya sehingga membuat orang disekitar menoleh kearahnya, sambal tertawa melihat tingkah laku anak berbedan gempal itu.

Dulan pun merasa panas, ia tidak mau harta karun berbuka kali ini direbut oleh siapapun. Dengan kencangnnya ia beranjak dan berlari menuju dapur. Saat itu juga Adul berlari berlawanan arah dengan Dulan menuju tempat duduk Dulan yang telah kosong, dan Dulan tidak menyadarinya.

Sesampainya di dapur Dulan pun mencoba mencari dimana keberadaan kolak yang Adul maksud. ia pun menoleh kekanan dan kekiri mengamati keadaan dapur, layaknya seorang kepala koki yang sedang menginspeksi para krunya.

Selang beberapa menit, ia tak kunjung mendapati. Tak disangka, ia melihat dari kejauhan sebuah mangkok kaca besar yang memperihatkan eloknya pisang didalamnya, sedang dibawa ke lingkaran persis di tempat ia sebelumnya duduk.

Sayangnya, Adul yang sudah merencanakan hal ini telah menempati tempat duduknya. “Tunggu, jangan di taruh disana!,” teriak Dulan kepada Ibu-ibu yang membawa kolak tersebut.

“Udah, bu taruh disini saja, di tempat lain sudah penuh, ini masih kosong,”Rayu Dulan sembari berusaha memberikan ruang di antara makanan yang telah tertata.

Ibu-ibu pembawa kolak tidak menggubris perkataan siapapun, entah itu Dulan atau Adul, Kolakna pun dibawa ke sebelah ruangan lainnya, tempat para kaum perempuan berada.

“Itu jatah buat ibu-ibu, jatah laki-laki cuman yang di depan Adul itu“seorang perempuan separuh baya membisikkan Adul memberitahu.

“Bohong, aku ga percaya, seharusnya itu buat aku,”Dulan menahan tangisnya sehingga membuat sekitar memperhatikannya termasuk Dulan.

Melihat tingkah aneh dua anak manusia itu, Pak Bendi yang duduk di samping Adul memanggil Dulan dari kejauhan.”Dulan, ayok duduk disini,” tangannya melambai dan menepuk karpet yang kosong di sebelahnya.

Dulan pun mengiyakannya, dan berjalan menuju pak Bendi.

 

“Oke sekarang kamu berdua duduk yang tenang, biar adil bapak bagi kolaknya buat kalian berdua,”. Pak Bendi mengambil dua gelas kosong dan menuangkan kolak disetiapnya. “Nah, ini kolak buat Adul, dan ini kolak buat Dulan,” Pak Bendi mendamaikan.

Sontak Dulan dan Adul memancarkan wajah sumringah dan Bahagia.

“Ingat anak-anak, dalam berbuka kitab oleh memakan makanan yang kita suka, tapi ingat, kita tidak boleh lupa bagian untuk orang lain, kita tidak boleh serakah, apalgi sampai terlalu kenyang, itu dilarang.”Pak Bendi menasehati.

“Baik pak, aku tidak akan berbuat curang lagi,”Jawab Adul.

“Aku juga tidak akan minta lebih dari yang sudah aku dapat,”Dulan ikut menjawab.

“Nah gitu, kita harus selalu berbagi untuk sesama,”Pak Bendi mengakhiri pertikaian.


You May Also Like

0 comments