Analisis Nilai Psikologis dalam Film 'Laskar Pelangi'

by - December 27, 2020

 

        Laskar Pelangi merupakan film yang terlaris di Indonesia, nilai-nilai dan pelajaran yang bisa diambil sangat beragam. Bahkan dalam teori Psikologi Sosial bisa kita temukan beberapa teori yang bernilai untuk dijadikan pelajaran. Salah satunya dalam segi Group Processes. Kekompakan anak-anak laskar Pelangi mampu menggugah kita untuk selalu kompak dengan kerabat. Juga, ikatan yang sangat dalam antara sekolah, murid dan guru menjadi kesatuan yang kokoh. Dalam pembahasan Group Processes. Yaitu, dari teori pencegahan  Social Loafing pengurangan motivasi dan usaha saat bekerja dalam kelompok dibandingkan bekerja individu.

Yang pertama identifikasi hasil akhir dan usaha partisipan. Dalam sebuah adegan ketika Pak Bakri -salah satu  dari tiga guru di SD Muhammadiyah-  cenderung tidak begitu antusias dalam mengajar.  cuek dan tidak perhatian pada murid-murid. Ditambah lagi, Pak Bakri mendapat tawaran untuk mengajar di sekolah negeri lain dengan penghasilan lebih pasti dan tinggi. Karena Ia begitu teguh akan pendiriannya, Pak Harfan serta Ibu Muslimah sudah membujuk namun tidak bisa mencegahnya. Maka Pak Bakri pun pergi meninggalkan SD Muhammadiyah yang bermuridkan 10 orang dan dua guru. Nilai yang kita dapatkan dalam Proses kelompok disini adalah, semua anggota yang menjadi bagian dari kelompok harus bisa memberikan manfaat. Bila tidak, maka akan terjadi Social Loafing tersebut, untuk mencegahnya dengan mengetahui setiap kontribusi yang diberikan anggota kelompok.

Yang kedua, setiap individu harus berkomitmen. Yang menarik adalah, setiap murid dan guru SD Muhammadiyah sangat berkomitmen untuk terus semangat dalam menuntut ilmu, mengajar, dan memajukan sekolahnya. Walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan, kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan, komitmen itu terlihat dalam adegan ketika murid-murid kehilangan Pak Harfan yang meninggal dunia, meinggalkan Bu Muslimah seorang diri untuk mengajar 10 muridnya. Awalnya Ibu Muslimah patah semangat dan sempat tidak mengajar selama lima hari, namun ketika beliau melihat semangat murid-muridnya untuk belajar, dan Lintang anak paling cerdas dari pesisir menjadi pengajarnya. Karena komitmen itu, kekompakan dan kebersamaan mereka semakin kuat.

Ketiga, Mempunyai nilai yang jelas dan penting. Semangat anak-anak laskar Pelangi untuk belajar tidak terlepas dari nilai-nilai yang telah ditanamkan begitu kokoh pada diri mereka, oleh Ibu Muslimah dan Pak Harfan. Pak Harfan selalu menasehati murid-murid untuk terus semangat dan tidak menyerah pada cita-cita mereka, “Jangan takut untuk bercita-cita, jadilah orang yang selalu memberi banyak, jangan hanya menjadi orang yang selalu menerima banyak,”.”Teruslah belajar untuk menggapai cita-cita,”. Dengan Menanamkan akan pentingnya menuntut ilmu, Laskar Pelangi pun pantang menyerah untuk terus belajar, walaupun sekolah mereka harus selalu membersihkan kelas ketika hujan, dan selalu dimasuki kambing liar. Buah dari penanaman nilai itu, mereka berhasil menjadi juara saat mengikuti carnaval 17 Agustus, dan Juara pertama Cerdas cermat. Serta, Ikal berhasil menggapai impiannya pergi ke Paris.

Terakhir yang keempat dari Teknik pencegahan social loafing adalah, setiap individu harus salih berkontribusi. Sekolah Muhammadiyah dengan murid Laskar Pelangi yang saling menguatkan dan berkontribusi, kekompakan mereka terlahir dari kontribusi yang diberikan setiap kepala dari mereka tanpa terkecuali. Bahkan, seorang Harun dengan keterbatasn mentalnya, selalu memberikan senyuman setiap saat sebagi pengibur murid murid. Atau Lintang anak cerdas, selalu membantu teman-temannya dalam belajar, bahkan membawa sekolah Muhammadiyah menjadi juara Cerdas Cermat. Juga Mahar, anak pecinta musik sejati,yang selalu membawa radio kemanapun dia pergi, memiliki kontribusi untuk menjadi jenius dibalik suksesnya karnaval mereka. Serta Ibu Muslimah dan Pak Harfan yang ikhlas tanpa pamrih mengajar.

You May Also Like

0 comments